Update Banjir Lahar, Satu Kecamatan di Lumajang Terisolasi

Jurnalborneo.com

Jembatan Kali Glidik, penghubung Malang-Lumajang, hanyut terbawa banjir, Jumat (7/7/2023).

MALANG — Jembatan yang terletak di jalur nasional yang menghubungkan Malang-Lumajang, Jawa Timur, terbawa banjir dan mengakibatkan terisolasi nya kecamatan Pronojiwo di Lumajang. Kejadian ini terjadi setelah jalur Pronojiwo menuju Kota Lumajang ditutup oleh longsor sebelumnya.

Pada Jumat (7/7/2023) sekitar pukul 14.00, banjir besar menyebabkan Jembatan Kali Glidik di Desa Sidorenggo, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, putus terbawa banjir.

Rumah milik Samin, seorang warga yang tinggal di dekat jembatan, juga mengalami kerusakan akibat meluapnya air di sekitar jembatan. Jembatan tersebut merupakan bagian dari jalur nasional yang menghubungkan Malang dan Lumajang.

”Sebenarnya banjir ini sudah terjadi sejak pagi, tetapi kecil. Setelah shalat Jumat, tiba-tiba banjirnya datang dengan besar. Suaranya bergemuruh sehingga orang sekitar sini sempat mengungsi,” kata Hari (54), warga Desa Sidorenggo, yang tinggal tak jauh dari Jembatan Kali Glidik.

Dalam kejadian tersebut, banjir dengan arus deras membawa material lumpur, batu, dan kayu yang menyapu jembatan selebar 10 meter dan panjang sekitar 35 meter.

”Warga bisa menyelamatkan diri. Namun, ada rumah yang rusak milik Pak Samin yang ada di pojok,” kata Hari.

 

Jembatan Kali Glidik tersebut memisahkan Kecamatan Pronojiwo di Lumajang dengan Kecamatan Ampelgading di Malang. 

Akibat putusnya jembatan, warga di Pronojiwo menjadi terisolasi. Selain itu, jalur menuju kota Lumajang dari Pronojiwo juga tertutup oleh longsor di Km 58 Piket Nol sejak pagi hari.

”Iya, Pronojiwo untuk sementara terisolasi. Saat ini kebutuhan pokok masih aman. Hanya saja kendala kami adalah listrik. Listrik mati sehingga mengganggu aktivitas warga,” kata Camat Pronojiwo Hindam.

Lokasi banjir dan longsor juga menyebabkan pemadaman listrik di beberapa titik, termasuk area Kloposawit Pronojiwo yang terdampak.

”Saat ini berbagai pihak, termasuk PLN, sedang berusaha memulihkan aliran listrik tersebut. Semoga saja bisa tertangani,” ujarnya.

 

Hingga saat ini, upaya penanganan longsor di jalur piket nol, Candipuro (jalur penghubung Pronojiwo dan kota Lumajang), yang terjadi pada Jumat dini hari belum dapat dilakukan. Daerah tersebut masih dilanda hujan deras dan masih terjadi longsor susulan.

Akibat kondisi tersebut, material longsor seperti tanah dan batu masih menutupi seluruh badan jalan, sehingga akses dari Pronojiwo menuju kota Lumajang juga terhenti.

Longsor yang terjadi memiliki panjang sekitar 10 meter dengan ketinggian sekitar 3 meter. Titik longsor terjadi di Kilometer 58 jalur Piket Nol, sebelum Jembatan Gladak Perak/Jembatan Merah Putih. Lokasi ini terletak di Dusun Kamarkajang, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro.

”Longsor terjadi pagi tadi, tidak tahu tepatnya jam berapa. Kemungkinan dini hari. Ini karena sudah dua hari ini Lumajang hujan terus,” kata Camat Candipuro Agus Samsul Hadi.

Agus, seorang petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang, menjelaskan bahwa tim sudah berada di lokasi pada Jumat pagi untuk melakukan penilaian dan penanganan. Namun, upaya penanganan terhambat oleh hujan deras yang masih terjadi di lokasi tersebut.

“Hingga saat ini hujan masih terus berlangsung sehingga belum bisa dilakukan penanganan. Longsor juga masih terus terjadi. Itu sebabnya, kami harap masyarakat dari Malang yang mau ke Lumajang, dan sebaliknya, lebih baik memutar melalui utara, yaitu lewat Probolinggo,” kata Agus.

Penanganan longsor, menurut Agus, akan dilakukan setelah hujan reda dan longsor berhenti. Kondisi jalur selatan Malang-Lumajang memang rawan longsor karena perbukitan dan kondisi tanah yang mudah longsor. Jalur ini sering mengalami longsor dan pohon tumbang yang mengakibatkan terputusnya akses jalan.

”Sebenarnya masyarakat bisa melalui jalur alternatif di Curah Kobokan, yang bisa menghubungkan Pronojiwo-Candipuro. Namun, saat hujan deras seperti ini, debit air di Curah Kobokan akan naik sehingga jalur juga tidak bisa dilintasi,” kata Agus.

Patria Dwi Hastiadi, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lumajang, mengungkapkan bahwa longsor tidak hanya merusak infrastruktur fisik, tetapi juga menewaskan tiga orang di Dusun Sriti RT 006 RW 003, Desa Sumberurip, Kecamatan Pronojiwo. 

Korban yang meninggal adalah Galih Adi Perkasa (23 tahun/suami), Candra Agustina (20 tahun/istri), dan Galang Naendra Putra (4 bulan/anak).

Ketiganya ditemukan tewas setelah rumah mereka tertimbun longsor di bagian dapur dan kamar tidur. 

Tim berhasil masuk dan melakukan evakuasi terhadap korban terdampak. ”Dini hari tadi sekitar pukul 04.00, kami berhasil mengevakuasi tiga korban meninggal, yang merupakan satu keluarga,” kata Patria.

Tim gabungan penanganan bencana Lumajang masih menunggu kondisi yang memungkinkan untuk membuka akses jalan Pronojiwo-kota Lumajang.

”Kami telah mengerahkan alat berat guna melakukan pembukaan jalan yang tertutup total. Namun, kondisi cuaca di lokasi kejadian belum memungkinkan untuk melanjutkan upaya penanganan darurat. Hal ini disebabkan muncul beberapa longsor susulan,” katanya.

Beberapa hari terakhir, wilayah selatan Jawa Timur, termasuk Lumajang dan Malang, mengalami peningkatan intensitas awan. Meskipun sebenarnya saat ini musim kemarau.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Sidoarjo, wilayah Jatim saat ini berada dalam musim kemarau dengan pola angin dominan dari arah timur hingga tenggara. Namun, adanya gangguan pada atmosfer menyebabkan potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah.

Analisis terkini menunjukkan adanya aktifitas gangguan atmosfer seperti MJO (Madden-Julian Oscillation), gelombang atmosfer Ekuatorial Kelvin, dan gelombang atmosfer Ekuatorial Rossby. 

Hal ini berpotensi menyebabkan pertumbuhan awan kumulonimbus yang dapat memicu cuaca ekstrem seperti hujan lebat, petir, dan angin kencang sesaat.

”Oleh karena itu, beberapa wilayah di Jawa Timur perlu diwaspadai memiliki potensi cuaca ekstrem yang dapat mengakibatkan terjadinya bencana hidrometeorologi (hujan lebat, tanah longsor, puting beliung, hujan es, dan genangan air) pada periode 7–13 Juli 2023,” kata Taufiq Hermawan, Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Sidoarjo, dalam siaran pers tersebut.

Beberapa wilayah yang rawan bencana antara lain Kota Blitar, Kabupaten Malang, Lumajang, Kota Malang, Tulungagung, Kabupaten Blitar, Banyuwangi, Jember, Kediri, Pasuruan, Probolinggo, Kota Batu, Trenggalek, Jombang, Nganjuk, dan Ponorogo.

Penulis:

Hastag: