KUTAI TIMUR – Membayar pajak merupakan suatu kewajiban. Terutama bagi pengusaha di segala lini dan bidang industri. Oleh karena itu Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) Faizal Rachman berharap beberapa pengusaha restoran di Kutim dapat melaksanakan kewajiban tersebut.
Terlebih menurutnya saat ini diketahui bahwa perbulannya para pengusaha rumah makan tersebut hanya membayar pajak Rp 500 ribu per bulan saja. Hal itu tentunya berbanding terbalik dengan kondisi penjualan yang terjadi di masing masing restaurant, sehingga menurutnya hal tersebut bisa lebih besar.
Faizal menegaskan bahwa kondisi tersebut memang tidak bisa dipukul rata, oleh karena itu dirinya mencontohkan dengan restaurant dengan spesialisasi makanan bakar. Menurutnya restaurant dengan spesifikasi itu hingga saat ini eksistensinya sangat tinggi sehingga pembayaran pajak Rp500 ribu itu bisa diklasifikasikan tidak sesuai.
“Harusnya ‘kan sekali makan aja kita kadang di restoran bakar-bakar itu ‘kan satu orang pengunjung bayar paling sedikit Rp500 ribu. Nah kalau pajaknya 10 persen palingan kan sudah 50 ribu, 10 orang pengunjung sudah 500 ribu ‘kan, jadi enggak masuk akal kalau dia (restoran,red) bayar 500 ribu per bulan saja,” tegas Faizal.
Anggota yang tergabung dalam Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu mengatakan, pihaknya sangat mendorong Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) jika bisa menjalankan taat pajak tersebut.
“Ini juga kalau mau dibantu teman-teman wartawan, supaya restaurant rame yang tidak taat bayar pajak itu bisa terekspos,” harap Faizal Rachman di hadapan para awak media.
Tak hanya itu, dirinya juga menjelaskan restoran tersebut saat ini sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan itu sudah dalam keadaan terperiksa.
“Ada beberapa restoran yang besar lah yang rame-rame itu, intinya yang bakar-bakar itu nah, dipinggir jalan,” sambungnya.
Menurut informasi yang didapatkan dari Badan Pendapatan Daerah (Bapemda) Kutim bahwa pihak restoran harusnya mereka membayar kurang Rp200 juta, tapi saat ini mereka menolak akan hal itu.
“Enggak masuk akal kalau mereka cuman bayar tiap bulan hanya 500 ribu saja,” bebernya. (Adv/DPRD/Si).