Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Bima, atau dikenal sebagai Cipayung, mengadakan demonstrasi di depan Kantor Polres Bima pada Rabu (12/7/2023).
Dalam aksi tersebut, yang dimulai sekitar pukul 09:30 Wita, Cipayung menuntut Polres Bima dan Polda NTB untuk segera mencabut surat penetapan terhadap 19 orang yang menjadi tersangka dalam aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR).
Mereka juga menuntut pembebasan 16 orang massa aksi FPR yang ditahan di Polres Bima sejak Selasa, 30 Mei 2023.
“Penetapan tersangka diduga belum memenuhi unsur pidana karena 16 Massa aksi yang di tahan di Polres Bima sampai hari ini belum di keluarkan/diterbitkan surat P21 dan kami menilai bahwa Polres Bima menggantungkan nasib 16 Massa aksi,” tegas Windi Ardiansyah, selaku Korlap II Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Menurut para demonstran, tindakan protes dan penutupan jalan oleh massa aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR) tidak akan terjadi jika pemerintah memberikan perhatian dan memenuhi semua tuntutan mereka terkait perbaikan infrastruktur jalan.
Selama aksi berlangsung, terjadi adu mulut antara pihak Cipayung dan pihak Polres Bima. Akhirnya, pihak Polres Bima bertemu dengan perwakilan Cipayung dan melakukan audiensi.
“Kami melakukan audensi dan di jawab langsung oleh bapak Kapolres kabupaten bima, tapi belum ada solusi terkait dengan tuntunan kami, “ ujar Windi Ardiansyah saat di wawancara.
Simak kronologi aksi unjuk rasa Front Perjuangan Rakyat (FPR) Donggo Soromandi, dari Pembubaran paksa oleh polisi dan brimob hingga Penetapan Tersangka oleh Polres Bima:
Unjuk Rasa Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar unjuk rasa jilid I di depan kantor Bupati Bima dengan membawa tuntutan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melakukan pengaspalan kembali pada jalan yang rusak di kecamatan Donggo dan Soromandi.
“Dari beberapa poin tuntutan, yang paling penting itu adalah masalah pengaspalan jalan. Dimana selama Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri memimpin dua periode, wilayah Kecamatan Donggo dan Soromandi terbengkalai dan tidak ada perhatian sama sekali,” ucap Korlap unjuk rasa Afrizal.
Massa aksi menekan Bupati Bima untuk memperhatikan dan memperbaiki jalan-jalan yang tidak layak dilalui oleh kendaraan.
“Kondisi jalan itu rusak sudah tidak layak dilewati oleh kendaraan, bahkan sudah menjadi kubangan lumpur dan sering menjadi tempat pemandian kerbau,” tandasnya.
Kecewa tidak ada kejelasan pada aksi jilid I, massa aksi kemudian menggelar unjuk rasa jilid II hingga memblokade jalan di Desa Bajo, kecamatan Soromandi.
Dalam aksinya, massa aksi membawa keranda mayat ditempeli foto Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah, Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti, dan Ketua DPRD Bima Putera Ferryandi.
Foto ketiga pejabat tersebut disilang menggunakan tinta merah. Serta membawa pamflet bertuliskan sindiran terhadap gubernur dan bupati. Di antaranya, Bima Gagal Ramah dan Gagal Gemilang.
Dalam aksi unjuk rasa jilid II, massa aksi harus kembali kecewa lantaran sikap pemerintah kabupaten Bima yang acuh tak acuh dalam merespon tuntunan tersebut.
Kemudian puncaknya, aksi jilid III pada Senin, 29-30 Mei 2023, Front Perjuangan Rakyat (FPR) kembali memblokade jalan menggunakan balok kayu.
Hingga kendaraan roda dua maupun roda empat yang hendak melintas tertahan. Bahkan di antaranya ada yang memilih nekat lewati gang di permukiman warga dan ada pula yang memilih balik arah.
Front Perjuangan Rakyat (FPR) kembali menekan Gubernur NTB dan Bupati Bima agar mengalokasikan anggaran perbaikan jalan di wilayah Kecamatan Donggo dan Soromandi pada APBD Perubahan tahun 2023.
Massa aksi juga mendesak DPRD Kabupaten Bima untuk mengevaluasi kinerja Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bima.
“Kami mendesak Gubernur untuk mendorong Bupati Bima agar mencopot Camat Donggo dan Soromandi karena tidak bisa membawa perbaikan infrastruktur,” tandas Gunawan Front Perjuangan Rakyat (FPR).
Gunawan juga menyorot hilangnya anggaran sebesar Rp 1 miliar dalam APBD untuk perbaikan ruas jalan di Desa Wadukopa, Kecamatan Soromandi.
“Sudah 9 tahun jalan di wilayah kami rusak. Tidak ada itikad baik dari Bupati Bima untuk memperbaikinya. Wilayah kami dijajah atas kepentingan politik kepala daerah,” tuding Gunawan dalam orasinya.
Orator lain Ainul Muwaris mengatakan, perbaikan jalan raya di Kecamatan Donggo pernah dijanjikan Gubernur NTB, Zulkieflimansyah. Janji itu disampaikan gubernur saat kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) beberapa tahun silam.
“Gubernur saat itu sudah sudah tanda tangani MoU bersama rakyat Donggo akan mengaspal jalan jika dirinya terpilih jadi Gubernur,” ungkit dia.
Faktanya, lanjut dia, hingga saat ini jalan di wilayah setempat tidak kunjung diperbaiki. Padahal, perbaikan jalan rusak secara umum merupakan kewajiban pemerintah dalam penuhi kebutuhan masyarakat akan infrastruktur yang layak.
“Gubernur telah berbohong kepada rakyat Donggo,” tudingnya.
Ainul Muwaris juga menyentil sikap Bupati Bima yang tidak malu jalan daerah diperbaiki pengusaha dan ditambal sulam oleh warga. Padahal fakta itu, secara jelas mempertontonkan ketidakmampuan mereka dalam membangun infrastruktur.
“Harusnya pemda malu, jalan yang menjadi tanggung jawab mereka diperbaiki pengusaha. Ini pertanda matinya nurani Bupati dan ketua DPRD Bima,” sorotnya.
Pembubaran Paksa oleh Polisi dan Brimob
Hingga siang hari massa aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR) bergantian berorasi dan tetap memblokade jalan.
Dari akun Facebook Itot Joel yang menyiarkan langsung kondisi di Desa Bajo, terlihat dipenuhi asap yang disebut berasal dari tabung gas air mata.
Gas air mata tersebut, ditembak oleh polisi untuk memukul mundur massa.
Dalam siaran langsung tersebut juga terlihat, sejumlah massa aksi menggunakan pasta gigi di wajahnya untuk menetralisir perihnya gas air mata.
“Irae de nata kamanae (aduh perih sekali),” keluh pemilik akun dalam siaran langsungnya Senin, (29/5/2023).
Dalam unjuk rasa hari kedua Selasa, (30/5/2023) sekitar pukul 14.30 Wita, anggota di bawah kendali Kapolres Bima AKBP Hariyanto datang dari dua arah. Ada yang menggunakan jalur laut dan darat.
Kapolres Bima bersama anggota membuka blokade jalan dari selatan ke utara. Saat dikepung personel kepolisian, orator aksi Ainul Muwaris meminta damai dengan pihak kepolisian. Sayangnya permintaan itu tak digubris.
“Aman-aman, kami dari FPR Donggo-Soromandi minta damai,” kata Ainul menggunakan pengeras suara.
Anggota yang sudah siaga langsung menangkap satu per satu para massa aksi. Sementara dua orang massa aksi dilaporkan terluka dan dilarikan ke Puskesmas Soromandi untuk mendapat perawatan medis.
Belum diketahui pasti penyebab warga asal Kecamatan Donggo itu hingga bersimbah darah di bagian kepala. Apakah diserempet peluru karet atau justru terjatuh saat lari dikejar anggota.
Kepala Desa Bajo Kecamatan Soromandi, A. Rahim, menyatakan aparat gabungan Polres Bima dengan Brimob membubarkan secara paksa massa aksi.
“Tadi memang dibubarkan paksa. Sejumlah massa aksi juga diamankan dan langsung dibawah menggunakan mobil Dalmas,” ujarnya.
Pembubaran itu dilakukan lantaran penutupan jalan sudah berlangsung selama dua hari, terhitung Senin, 29 Mei 2023 hingga Selasa, 30 Mei 2023.
Penetapan Tersangka oleh Polres Bima
Siang itu sekitar pukul 14.30 Wita, polisi dan Brimob melakukan pembubaran paksa terhadap massa aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR) yang telah memblokade jalan selama dua hari.
Dalam proses pembubaran itu, sejumlah massa aksi ditangkap, termasuk mahasiswa, wartawan, anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Kala dan Kananta, serta pelajar SMA.
Masdidin menjelaskan dari 25 massa aksi, 15 di antaranya ditahan. Dari hasil penyelidikan 15 orang tersebut memenuhi unsur tindak pidana dan dijadikan sebagai tersangka.
“15 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari terhitung tanggal 31 Mei sampai dengan 19 Juni 2023,” ungkap Kapolres Bima, melalui Kasat Reskrim, AKP Masdidin SH.
“Sedangkan yang lainnya kita pulangkan kembali ke orang tua karena berstatus pelajar,” lanjutnya.
Namun, pada Kamis, (6/7/2023) Kepolisian Resor (Polres) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka.
Tersangka baru itu yakni AF atau akrab disapa La Kese. Dengan tambahan satu tersangka tersebut, total sudah 16 orang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolres Bima.
“Benar, ada tambahan satu tersangka terkait blokade jalan di Bajo. Dia ditahan minggu kemarin,” kata Kepala Bagian Operasi Polres Bima, Kompol Herman saat dikonfirmasi, Kamis (6/7/2023).
Herman menjelaskan, La Kese awalnya datang memberi keterangan sebagai saksi atas aksi blokade jalan di Desa Bajo.
Namun, karena yang bersangkutan diduga kuat terlibat sebagai aktor pemblokiran jalan tersebut, penyidik kemudian menetapkannya sebagai tersangka, sehingga tersangka blokade jalan menjadi 16 orang.
Adapun nama-nama 16 massa aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR) yang ditahan dan di tetapkan menjadi tersangka oleh Polres Bima adalah M. Gunawan Mutlak, Muslimin, Abdul Basir, Sahlan, Hermasnyah, Yusril, Salman Alfarijin, Ardiansyah, Fiza Ikramullah, Ujang, M.Fadil, M. Suryadin, Ardiansyah, Almaududin, Rudi Radiansyah, dan La Kese.
Masdidin menjelaskan massa aksi dijerat dengan pasal 192 ayat 1 ke 1e KUHP jo pasal 55 KUHP jo pasal 64 KUHP jo pasal 12 jo pasal 63 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan.
“Tindakan massa aksi dapat mendatangkan bahaya bagi keselamatan lalu lintas,” ujarnya.
Sebelum menjadi tersangka, 16 orang tersebut menjalani proses pemeriksaan di Polres Bima. Hasilnya, aksi mereka dianggap memenuhi unsur pidana, karena menutup ruang jalan yang mengganggu ketertiban umum selama dua hari.
Hingga sekarang, 16 massa aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR) masih mendekam dibalik jeruji. yang awalnya hanya ditahan selama 20 hari. Kini ditetapkan menjadi tersangka dan masih dalam proses hukum sesuai UU yang berlaku.