Buaya Riska Ingin Dibuatkan Penangkaran, BKSDA Kaltim: Tidak Bisa, Minimal 40 Buaya

Jurnalborneo.com

Hal ini dijelaskan oleh perwakilan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Dheny Mardiono saat RDP, Selasa (14/11/2023)

BONTANG – Pembahasan Buaya Riska kembali mencuat tak kala PJ Gubernur Kalimantan Timur Akmal Malik mengungkapkan ingin mengembalikan Buaya Riska itu ke Bontang, karena bisa jadi nilai ekonomi. Namun, sesuai aturan yang ada, penangkaran bisa dibangun jika di dalamnya minimal ada 40 buaya, bukan hanya Buaya Riska saja.

Hal ini dijelaskan oleh perwakilan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Dheny Mardiono yang mengungkapkan pihaknya menyarankan dua pilihan konservasi eksitu kepada PJ Gubernur Kaltim saat ada pertemuan sebelumnya, jika memang rencana pengembalian Buaya Riska benar terjadi. 

“Pilihan yang paling berpeluang adalah dua konservasi eksitu ini, yaitu dalam bentuk penangkaran dan lembaga konservasi. Jika pilihannya penangkaran maka tidak ada peragaan, tapi dapat dibudidayakan menjadi lebih banyak. Selain itu buaya-buaya itu dapat dimanfaatkan daging atau kulitnya sesuai aturan dan izin yang ada,” ujarnya saat RDP, Selasa (14/11/2023)

Sedangkan, untuk jenis lembaga konservasi diizinkan adanya peragaan dengan standar khusus, seperti tidak diperkenankan untuk mencium atau berbaring bersebelahan. Menurutnya, hal tersebut tentu akan mengancam nyawa manusia, karena yang dihadapi adalah satwa liar yang tidak mungkin bisa dihilangkan sifat liarnya.

“Dua konservasi ini tidak dilakukan oleh pihak pemerintah, tapi oleh badan usaha baik yayasan, koperasi, perusahan, CV, atau BUMD yang menjadi pihak ketiga,” paparnya.

Namun, pihaknya menyebutkan, untuk mengantongi izin pengadaan penangkaran salah satu standar dan teknisnya adalah buaya yang berada di dalamnya minimal berisi 40 buaya. Dia menegaskan, tidak bisa hanya Buaya Riska si Artis Bontang itu yang mengisinya.

“BKSDA telah merelokasi sekitar 40 buaya dari Bontang, kalau mau nanti semua buaya itu dikembalikan atau bisa nanti ditambah dari buaya yang direlokasi di Kutim sekitar 30 buaya,” bebernya.

Menurutnya, tidak ada hak istimewa hanya untuk sekedar satwa liar, karena pihaknya memiliki dua prinsip konflik saat ini adalah menyelamatkan nyawa manusia dan satwa liar.

Penulis:

Hastag: